Tentang Helium dan Helios

Tanggal 7 dan 8 April merupakan hari-hari yang identik dengan Helium, Pada tanggal 7 April 1959, ilmuwan di Stanford University berhasil mengirimkan sinyal gelombang radio ke Matahari dan kembali menerima gelombang pantulannya (echo) di Bumi. Dalam mitologi Yunani, Matahari erat kaitannya dengan dewa Matahari atau disebut sebagai Helios. Nama Helios ini yang digunakan oleh para ahli untuk menamai unsur kimia Helium. Unsur Helium di Matahari ini ditemukan pertama kali pada tanggal 1886. Dan helium ini juga yang berperan penting dalam riset temperatur rendah. Salah satu terobosan dalam riset temperatur rendah ini terjadi pada tanggal 8 April 1911. Fisikawan asal Belanda yang bernama Heike Kamerlingh Onnes berhasil membuat bahan yang bisa mengalirkan arus listrik TANPA hambatan. Bahan tersebut didinginkan dengan menggunakan Helium yang telah diubah wujudnya menjadi cair. Nah, menarik bukan, cerita tentang Matahari dan helium.

Matahari diamati dari Observatorium UAD


Di kota kecil, Leiden yang indah dengan kelokan sungai kecil, Onnes beserta asisten laboratoriumnya tekun meneliti tentang sifat-sifat bahan pada temperatur rendah. Untuk mencapai temperatur rendah, hampir mencapai NOL Kelvin atau -273 derajat Celcius, diperlukan metode khusus. Sebuah kulkas atau cyrostat digunakan untuk mencapai temperatur yang rendah tersebut, Cryostat tersebut dioperasikan dengan menggunakan unsur kima HELIUM yang telah diubah wujudnya menjadi cairan. Pengubahan wujud Helium dari gas menjadi cair ini juga suatu terobosan yang dilakukan oleh Onnes pada tahun 1908. Suatu penemuan yang menginspirasi dan membuka jalan bagi penemuan-penemuan fenomenal lainnya.

Nah, Onnes ingin mengetauhi sifat kelistrikan dari bahan bila temperatur didinginkan serendah mungkin, Onnes menggunakan elektroda yaitu kutub-kutub listrik dengan bahan Mercury dan Emas. Elektroda tersebut didinginkan dalam cryostatnya yang telah dilengkapi dengan Helium cair. Pada saat temperaturnya mencapai -269 derajat Celcius atau 4,3 Kelvin, fenomena hilangnya hambatan listrik masih belum juga teramati. Namun, terjadi fenomena yang menarik saat temperatur diturunkan hingga 4 Kelvin. Hambatan listrik pada elektroda tersebut bernilai NOL. Ya, nol, bukan kecil. Sehingga, bahan tersebut disebut sebagai bahan SUPERKONDUKTOR. Berbagai penemuan berikutnya oleh sejumlah ilmuwan berusaha agar fenoma superkonduktor dapat diamati pada bahan pada temperatur yang lebih hangat. Sehingga, lebih banyak bisa digunakan pada kehidupan sehari-hari.

Helium menjadi unsur penting bagi riset temperatur rendah tersebut. Termasuk juga fenoman lainnya seperti SUPERFLUIDA. Fenomena ini serupa dengan superkonduktor, yaitu hilangnya hambatan mekanik pada fluida yang bergerak. Sehingga, fluida atau cairan akan terus bergerak meskipun gaya penggeraknya sudah dihentikan. ini berbeda bila tadi pagi kita mengaduk DALGONA atau kopi lainnya. Pada saat kita hentikan mengaduknya, cairan kopi akan semakin lama semakin berhenti. Fenomena superfluida ini ditemukan pada tahun 1938 oleh fisikawan asal Rusia yaitu Pyotr Leonidovich Kapitsa.

Helium ditemukan pada saat observasi Matahari. Ilmuwan menggunakan spektroskopi atau alat untuk melihat spektrum cahaya Matahari. Ternyata ada unsur baru yang muncul pada spektrum Matahari pada saat observasi tahun 1868, tepatnya pada tanggal 18 Agustus. Unsur tersebut ditandai dengan adanya garis kuning terang pada frekuensi 587,49 nanometer. Peristiwa ini diamati oleh astronom asal Perancis pada saat Gerhana Matahari Total di India.

Matahari tidak henti-hentinya diamati untuk mengetahui komposisi dan dinamikanya. Selain partikel cahaya atau foton, Matahari senantiasa melepaskan partikel bermuatan listrik. Pada saat keaktifannya tinggi, pelepasan partikel ini menyebabkan ganguan pada satelit dan jalur transmisi listrik di Bumi. Fenomena pelepasan partikel berkaitan dengan Coronal Mass Ejection (bukan wabah Corona ya) dan Solar Wind. Untuk itu, ilmuwan berusaha mendapatkan data dari permukaan Matahari. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi kendala jarak yang sedemikian jauhnya dan permukaan Matahari yang selalu bergejolak atau turbulensinya tinggi. Ilmuwan dari Stanford University menggunakan mesin yang diberi nama Collins FRT-22 untuk mentransmisikan gelombang radio dengan frekuensi 25,6 MHz ke Matahari. Selang 15 menit kemudian, sinyal gelombang radio tersebut diterima kembali oleh receiver. Dan keberhasilan tersebut menandai awal penemuan ilmiah manusia untuk “menyentuh” permukaan Matahari. Gelombang yang kembali dari proses echo tersebut dihasilkan dari bagian terluar Corona (lagi-lagi bukan wabah) Matahari tempat keluarnya partikel bermuatan listrik yang bisa merusak kelistrikan di Bumi dan dekat Bumi. Sehingga, dengan mengetahui dinamika di Corona Matahari maka ilmuwan bisa memprediksi bagaimana keaktifan Matahari dan melakukan mitigasi terhadap kerusakan listrik.

Selalu jaga kesehatan saat wabah Corona ini ya.